Keberadaan Janggala berawal dari sekitar tahun 1200an, ketika di Jawa Barat
(parahyangan) masih bernama kerajaan Sunda dengan masyarakatnya yang masih
memegang keyakinan agama Hindu-Budha dan juga Animisme dan Dinamisme.
Maka pada tahun 1200an, datanglah seorang utusan dari sebuah kerajaan di Solo
bernama Dalem Janggala beserta seorang Kiai bernama Kiai Gandapura yang
tujuannya untuk mengislamkan masyarakat yang berada di wilayah janggala
khususnya, dan parahyangan pada umumnya. Bukti dari keberadaan eksistensinya
Dalem Janggala bisa dilihat dari sebuah makam di tengah-tengah sawah yang
dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai makam Dalem Janggala.
Oleh karena itu, penamaan Desa Janggala diambil dari kemashuran, kehebatan
dan keluhungan ilmu dan kebaikan dari Dalem Janggala yang dimana tujuan
penamaan Desa Janggala sendiri adalah supaya masyarakat Desa janggala mampu
mencontoh perbuatan-perbuatan baik Dalem Janggala serta mengamalkan dan
memelihara peninggalannya berupa tersebarnya ajaran agama Islam di Desa Janggala.
Desa Janggala ini merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang terpengaruh
dengan adanya DI/TII. DI/TII ini didirikan oleh S.M. Kartosuwiryo yang menentang akan
adanya perjanjian Renville.
Beralih pada keadaan kehidupan sosial masyarakat Dusun Sukalilah pada
sebelum dan ketika masuknya pengaruh DI/TII tidak jauh berbeda, tetapi yang sangat
menonjol perbedaannya adalah bagaimana cara masyarakat bisa “lolondokan” atau
dikatakan masyaraklat harus bisa menyesuaikan dengan keadaan. Semisal, ketika
DI/TII berada di Sukalilah maka masyarakat seolah-olah ikut membaur dengan
DI/TII. Begitupun, ketika tentara TNI melakukan operasi pencarian DI/TII maka
rakyatpun merasa tenang dan membaur bahkan melaporkan kegiatan DI/TII. Itu
masyarakat yang tidak mengungsi. Tetapi masyarakat yang mengungsi bisa lebih
aman. Perlakuan masyarakat seperti itu atau masyarakat berperan ganda bertujuan
supaya mereka bisa selamat dari marabahaya, terutama dari DI/TII karena tidak
sedikit masyarakat terutama laki-laki dewasa apalagi yang berumahtangga dan
fisiknya bagus mereka banyak yang di incar dituduh melaporkan kepada TNI.
Sehingga ketika malam tiba banyak laki-laki Dusun Sukalilah yang sembunyi ke
hutan, ke gua-gua, dan lain-lain. Dan ketika siang tiba mereka kembali lagi
beraktifitas seperti biasa walaupun kewaspadaan yang lebih tinggi lagi.
Mengenai kehidupan ekonominya, masyarakat Dusun Sukalilah bekerja di
bidang Agraris terutama sektor pertanian, karena daerah Dusun sukalilah adalah
pegunungan maka sangat cocok dijadikan pesawahan. Selain dari bidang Agraris, ada
pula masyarakat yang bekerja dalam bidag perdagangan. Pada saat DI/TII masuk dan
memberikan pengaruhnya di Dusun Sukalilah, tidak sedikit harta masyarakat di
“garong” oleh DI/TII. Bahkan tidak sedikit pula rumah warga yang dibakar dan
nyawa melayang